selalu..BERGERAK BERSAMA RAKYAT

Tuesday, April 29, 2008

Lembaga Sensor Film Harus Dipertahankan


Oleh Hardo Sukoyo*

Pengembalian piala Citra pasca Festival Film Indonesia (FFI) 2006 oleh komunitas yang menyebut sebagai Masyarakat Perfilman Indonesia (MPI) kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, lebih setahun lalu (Selasa, 9 Januari 2007) itu, ternyata sebagai jalan masuk untuk melakukan berbagai tuntutan yang lebih serius.
Selain menginginkan penyelenggaraan FFI dihentikan untuk sementara, MPI juga menuntut pencabutan UU No.8 Tahun 1992 tentang Perfilman, pembubaran lembaga-lembaga perfilman dan perubahan fungsi Lembaga Sensor Film (LSF) menjadi lembaga klasifikasi film.
Setidaknya kepada Mahkamah Konstitusi, pribadi-pribadi yang mewakili MPI, memohon ketentuan UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman, khususnya soal penyensoran film dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, karena melanggar Pasal 28 C Ayat 1 dan Pasal 28 F.
Sidang perkara pertama pengujian UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman, itu telah berlangsung di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta,
9 Januari 2008 lalu. Tentu saja keinginan MPI, khususnya dalam hal sensor film dan LSF tersebut, memunculkan sikap pro dan kontra.
Dipertahankan
Terlepas adanya pro dan kontra itu, bagi penulis, dijaman kebebasan informasi dan dalam alam reformasi sekarang ini pun, keberadaan sensor film dan LSF harus dipertahankan guna melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film. Apalagi bila mengingat LSF dibentuk melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 1994 tanggal 3 Maret 1994, sebagai tindak lanjut dari ketentuan yang diamanatkan dalam Pasal 33 dan Pasal 34 UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman. Kemudian dipertegas lagi dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.31/UM.001/MKP/05 tentang Tata Kerja Lembaga Sensor Film dan Tata Laksana Penyensoran.
Dalam penjelasan mengenai sensor film, PP No. 7 Tahun 1994 ditegaskan, tujuan sensor film di antaranya adalah, melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak negatif yang timbul dalam peredaran, pertunjukan dan/atau penayangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dasar, arah, dan tujuan perfilman Indonesia.
Penyensoran film dapat mengakibatkan sebuah karya film diluluskan sepenuhnya, dipotong bagian gambar tertentu, ditiadakan suara tertentu atau ditolak seluruhnya untuk diedarkan, diekspor, dipertunjukan atau ditayangkan. Semua kegiatan penyensoran tersebut sesuai dengan peraturan perfilman yang ada dan dilakukan oleh LSF.
Berbagai Protes
Pada kenyataannya berbagai protes masyarakat serta diskusi tentang pengaruh negatif pertunjukan film maupun tayangan televisi terhadap pemirsa, telah banyak digelar oleh berbagai lembaga. Hasilnya? Tayangan yang lebih memiliki potensi memicu lahirnya dampak negatif bagi masyarakat pemirsa maupun bagi pembentukan watak anak didik tidak surut, malahan grafiknya semakin menanjak.
Dalam perjalanan waktu, fakta objektif tayangan televisi bertema kekerasan, misteri atau tayangan yang menumpulkan logika semakin marak dan mewabah saja sekarang ini. Padahal jelas-jelas ada lembaga penapis film, yakni LSF. Bisa dibayangkan seandainya saja di Indonesia tidak ada LSF, apa yang akan terjadi? Dapat diduga dengan pasti, akan bermunculan berbagai “LSF Jalanan”.
Masih hangat dalam ingatan kita, di akhir Agustus 2004, Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta pemimpin Pondok Pesaantren Daarul Tauhid, Bandung, K.H. Abdullah Gymnastiar atau lebih akrab dipanggil Aa Gym serta para pribadi yang peduli terhadap moral anak bangsa, mrenyuarakan penolakan terhadap beredar dan dipertunjukannya di gedung bioskop, film Buruan Cium Gue.
Kita juga masih ingat bahwa masyarakat pernah menolak penayangan iklan film Akibat Terlalu Genit yang dianggap melecehkan akal sehat mereka. Bersamaan dengan itu, di tahun 1988 Badan Sensor Film (BSF) menarik dari peredaran film Pembalasan Ratu Laut Selatan, setelah diprotes masyarakat secara luas. Film itu sangat menghebohkan, karena mengeksploitasi seks.
Undang - undang
Dari semua peristiwa itu, kita semakin menyadari bahwa keberadaan baik film maupun tayangan televisi di tengah masyarakat memiliki makna yang unik di antara media komunikasi massa yang lain. Di satu sisi, film atau sinetron dapat memperkaya cakrawala kehidupan manusia dengan hal yang baik dan bermanfaat, di sisi lain, dapat membahayakan masyarakat penonton atau pemirsanya. Karena itu dapat dimengerti, film sering menimbulkan tanggapan pro dan kontra. Film diterima sebagai panyalur nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, tetapi juga harus dibatasi, karena dikhawatirkan dapat menjadi sumber perusak moral.
Tidak hanya itu. Film disebut sebagai sarana pendidikan yang baik, tetapi dapat pula menjadi penggoda yang licik. Film dipuji sebagai alat pengembangan budaya, tetapi juga dicemaskan sebagai penghancur nilai kebudayaan umat manusia.
Suara pro dan kontra terhadap film bukan tanpa alasan. Film memang mengandung unsur positif dan negatif. Masalahnya sekarang; Bagaimana agar unsur positif itu dapat dimanfaatkan dan unsur negatif dihindarkan? Untuk itu, pegangan yang dapat dijadikan acuan ialah peraturan yang mengikat bagi seluruh komponen masyarakat kita. Yakni undang-undang. Dan sampai saat ini undang-undang perfilman yang masih berlaku adalah UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman denggan segala perangkatnya. Undang-undang itulah yang harus menjadi rujukan dan ditaati. Kecuali UU Perfilman tersebut sudah diganti atau direvisi, masalah pun menjadi lain.
Tujuan pengembangan perfilman Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No.8 Tahun 1992 tentang Perfilman (Pasal 3, Bab II Dasar, Arah, dan Tujuan) di antaranya di arahkan pada: Pelestarian dan pengembangan nilai budaya bangsa; pengembangan watak dan kepribadian serta peningkatan harkat dan martabat manusia; pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa; peningkatan kecerdasan bangsa; terpeliharanya ketertiban umum dan rasa kesusilaan; serta penyajian hiburan yang sehat sesuai dengan norma-norma kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dua Bentuk Sensor
Berbagai masalah negatif baik yang muncul dari film maupun tayangan televisi itu sepertinya menjadi “pekerjaan rumah” semu pihak. Tidak hanya LSF tetapi juga bagi para insan perfilman. para pengelola lembaga penyiaran televisi, dan para pendidik saja, tetapi bagi meraka yang memiliki harapan, hari esok lebih baik daripada hari ini.
Lebih dari itu, menanggapi adanya keinginanan sebagian anggota masyarakat agar film yang akan dipertunjukan di gedung bioskop dan / atau ditayangkan televisi cukup diklasifikasi, perlu diakomodasi dan dipertimbangkan secara saksama. Apalagi hal itu sangat dimungkinkan bila mengacu pada PP No. 7 Tahun 1994, karena PP tersebut pada Pasal 6 butir g, Wewenanag LSF; Menetapkan penggolongan usia penonton film.
Intinya mereka mempertanyakan apakah masih perlu setiap film wajib sensor dengan kemungkinan dilakukan pemotongan untuk menentukan kelompok usia penonton atau cukup dilakukan penilaian, tanpa pemotongan, untuk menentukan klasifikasi usia penonton.
Menyikapi hal itu, penulis menyampaikan usulkan sebagai bahan masukan kepada LSF, kemungkinan adanya dua bentuk sensor. Yaitu, bentuk pertama, sensor film dilakukan terhadap film-film yang akan ditayangkan di stasiun televisi atau film keliling. Hal itu dikarenakan luasnya jangkauan dan minimnya pengawasan serta karakteristik masyarakat penonton maupun pemirsanya, sehingga sangat memungkinkan timbul dampak yang tidak diinginkan.
Bentuk sensor kedua, untuk film yang akan dipertunjukan di bioskop berlaku ketentuan klasifikasi film dan batas usia penonton yang harus ditaati oleh pengusaha biskop. Pelanggaran atas ketentuan usia penonton tersebut dapat diberikan sangsi. Dan film yang nyata-nyata bertentangan dengan ideologi, moral, perbuatan melawan hukum dan ketertiban umum, harus ditolak * * *

* Penulis adalah Koordinator PKK PDP Jakarta Timur serta Wartawan senior dan Pengamat Kebijakan Perfilman.



Labels: ,

Selengkapnya...

0 comments

Monday, April 28, 2008

PDP Jatinegara : Baktiku pada Kartini-kartini yang terlupakan


Demikian gambaran yang tercermin dari kegiatan pemeriksaan mata dan pemberian kacamata gratis yang dirangkum dalam Bakti sosial PDP Peduli yang dilaksanakan oleh PKKc Jatinegara. Menurut Sekretaris PKKc Jatinegara,Untung Faisal bahwa program ini dilaksanakan berdasarkan permintaan masyarakat dan kami sebagai kader PDP wajib memberikan dan merespon kebutuhan masyarakat ini,tegasnya.
Lebih lanjut Faisal menyebutkan,bahwa Baksos PDP Peduli ini tidak berorientasi hanya untuk menyambut hari kartini yang jatuh pada tgl 21 April ini akan tetapi program ini telah berjalan lebih dari 2 bulan yang lalu.Keberadaan PDP di Jatinegara ini mengemban 3 kewajiban sebagai kader PDP yaitu : bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi rakyat.Saat ini,PDP Jatinegara fokus pada pendidikan dan kesehatan.Untuk bidang ekonomi, kita telah merampungkan pola programnya bersama dengan Sekretaris PKK PDP Jaktim,Ekacakra.Dan Insya Allah,Juni program ini akan kita luncurkan ungkapnya.

Dua bulan sudah kami melaksanakan program ini dan banyak warga masyarakat yang merasakan manfaat dari program ini,dan seluruh pengurus PKKc Jatinegara bertekad untuk membebaskan masyarakat Jatinegara dari penyakit rabun jauh maupun dekat.
Dengan sistem kolektif-kolegial yang dikembangkan Partai ini,memungkinkan kami untuk melakukan program yang berkesinambungan ini,ungkap Ketua Plh PKKc Jatinegara Ajum Hamdan.

Untuk dana operasionalnya kita peroleh dari hasil swadaya pengurus dan kader serta simpatisan PDP.Walaupun program ini menyita banyak waktu kader PDP,akan tetapi kita puas dengan antusias warga yang kita kunjungi,demikian ungkap Suryadi salah seorang pengurus PKKc Jatinegara.
Banyak cerita-cerita yang mengharukan semenjak kita melakukan Baksos ini,misalnya ada seorang ibu yang setelah 15 tahun penglihatannya terganggu dan tidak mampu untuk membeli kacamata, kini setelah Baksos ini merasa senang sekali dikarenakan disaat tim Baksos memeriksa dan memberikan kacamata kepada beliau. Penglihatannya normal kembali,dan ibu rusmiah berucap : Alhamdulillah,begitu ada PDP.. semuanya menjadi Terang kembali.Keburaman telah sirna,digantikan kecerahan...
Merdeka !! Pembaruan Jaya,PDP Menang !!



Labels: ,

Selengkapnya...

0 comments

Artikel

 Subscribe in a reader


Categories

INFO KEGIATAN

Pengurus PKK Jaktim

Archives





Credits


Link Share



Link PDP


PKN PDP
PKP PDP DKI Jakarta
PKK PDP Depok
PKK PDP Karawang
PKK PDP Sleman

e-Book

Wajib dibaca !!


Powered by FeedBurner



Add to Technorati Favorites